KEBANGKITAN DUNIA PENDIDIKAN; Dengan ISLAM


Tidak bisa dipungkiri, bahwa kondisi pendidikan di negeri kita saat ini babak belur. Dari sisi SDM misalnya, yang dihasilkan oleh pendidikan kita jauh dari harapan. Saat ini, hampir di seluruh kota-kota besar; kenakalan remaja, seks bebas, narkoba, dugem, dan perilaku rusak lainnya seolah-olah menjadi ‘teman karib’ para pelajar sekarang. Kepribadian mereka kacau; tidak tersentuh sama sekali nilai-nilai Islam. Memang, ada pelajar-pelajar yang berprestasi dan berkepribadian tangguh, namun jumlah mereka tidak sebanyak pelajar yang ‘bermasalah’.

Di tingkat lulusan sarjana, saat ini jumlah penganggurannya sudah diambang angka yang mengkhawatirkan. Jika ini terjadi maka problem sosial baru akan bermunculan. Jika ditanya, apa penyebab utama dari carut-marutnya pendidikan di negeri ini, maka penyebabnya bersifat sistemik, yakni karena diterapkannya sistem pendidikan sekular, dan dicampakkannya sistem pendidikan Islam.

Problem Pendidikan

Sejatinya munculnya kenakalan remaja atau pelajar tidak selamanya dan sepenuhnya dibebankan dan menyalahkan pelajar semata. Sebab permasalahan ini sangat kompleks, sedangkan kenakalan hanya merupakan sebuah output, jadi yang seharusnya ikut dipersoalkan adalah input dan segala yang memproses input itu menjadi output.

Diakui atau tidak, di tengah kehidupan yang kapitalistik apapun serba diukur dengan materi (baca: uang), tak pelak juga dengan pendidikan, bagaimana kemudian seorang tenaga pengajar (guru atau dosen) memikirkan kesejahteraannya, karena kalau hanya mengandalkan gaji, tidak cukup untuk kebutuhan duniawi yang sudah diguyur materialisme dan serba mahal.

Materi pelajaran atau kurikulum yang merupakan software paling esensial di dunia pendidikan, menempatkan porsi ajaran agama yang begitu minim ketimbang ilmu sains, bahasa, dan ilmu terapan lainnya. Pelajaran agama sebagai nidzomul hayah (aturan hidup), hanya bersifat hafalan dan ritualitas yang terulang-ulang tapi tidak membekas. Pelajaran agama hanya mendapat jatah 2 SKS seminggu inilah akibat mengapa kenakalan semakin marak, sedangkan sopan santun dan intelektualitas yang mumpuni semakin langka.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada para pengajar, sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, kalau kita cermati para guru di sekolah mengesankan hanya bersifat trasnfer ilmu semata dan cuek terhadap perkembangan perilaku dan kepribadian pelajar yang mulai mencari identitas dan jati dirinya yang apabila tidak diarahkan secara dini akan ikut memperpanjang potret buram dunia pendidikan.

Para orang tua juga sangat berkewajiban memerankan dirinya dalam dunia pendidikan. Al-Qur’an telah memberikan teladan yang baik dari seorang figur orang tua bernama Luqmanul Hakim. Bahkan Al-Qur’an juga memperingatkan kepada para orang tua kelak akan dimintai pertanggungjawaban tentang anaknya.

Bercermin pada Pendidikan Islam

Masalah menutuntu ilmu dalam perspektif Islam termasuk masalah yang asasi dan wajib. Sebagaimana Rasulullah Saw, bersabda yang artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Abbas RA, juga Attraboni dan Al Khatib dari Al Husain bin Ali/ lihat, al-Fathul Khabir, jilid II. h, 213)

Sebagai kompensasi wajibnya menuntut ilmu, maka Islam mewajibkan kemudahaan untuk mendapatkan ilmu itu. Yaitu negara harus mampu menekan seminim mungkin biaya pendidikan bagi masyarakat, bahkan kalau bisa dengan cuma-cuma. Semua warga negara berhak mendapatkan pelayanan pendidikan dari negara sebaik-baiknya. Negara tidak boleh menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis mencari keuntungan.

Sedemikian urgentnya ilmu pengetahuan dalam Islam, maka kedudukan ilmu pengetahuan dalam Islam diantaranya, meliputi:

1. Asas Pendidikan

Dalam pandangan Islam, kurikulum pendidikan harus berdasarkan aqidah Islam. Apabila aqidah Islam sudah menjadi asas yang mendasar bagi kehidupan seorang muslim, asas bagi negaranya, asas bagi hubungan masyarakat pada umumnya, maka seluruh pengetahuan yang diterima seorang muslim harus berdasarkan aqidah Islam pula. Misalnya, ketika di masa Rasulullah Saw, terjadi gerhana matahari, bertepatan dengan wafatnya putra beliau, orang-orang kemudian berkata, gerhana matahari itu terjadi karena meninggalnya Ibrahim, maka Rasulullah segera menjelaskan kepada mereka dengan sabdanya : “Sesungguhnya gerhana matahari dan bulan tidak terjadi karena kematian dan kelahiran seseorang, akan tetapi keduanya termasuk tanda-tanda kekuasaan Allah” (HR Bukhari dan Nasai dari Abu Bakrah/lihat al-Fathul Khabir, jilid I hal. 154)

Dengan jelas hadits tersebut menggambarkan bahwa Rasulullah telah menjadikan aqidah Islam sebagai dasar ilmu pengetahuan umum dalam menjelaskan gerhana matahari dan bulan.

Aqidah Islam sebagai dasar kurikulum bukan berarti seluruh pengetahuan harus bersumber dari aqidah Islam. Islam tidak memerintahkan demikian, lagipula itu bertentangan dengan kenyataan, karena tidak semua ilmu bersumber dari aqidah Islam. Akan tetapi setiap pengetahuan yang berkaitan dengan keimanan dan hukum harus bersumber dan bersandar kepada aqidah Islam. Oleh karena itu mempelajari segala macam ilmu pengetahuan bukan merupakan penghalang, karena dalil-dalil yang menganjurkan menuntut ilmu pengetahuan bersifat ‘aam (umum). Rasulullah bersabda : “Carilah ilmu sekalipun ke negeri Cina” (HR. Ibnu Adi dan Baihaqi dari Anas RA/lihat al-Fathul Kabir, jilid I, h, 193)

Menurut Baihaqi (lihat Faidhul Qodir, jilid I, h 542) matan hadits itu masyhur, sedang sanadnya lemah. Lafadz “al-ilma” dalam hadits tersebut bersifat ‘aam, mencakup jenis ilmu pengetahuan, baik itu terkait dengan keimanan, hukum, maupun ilmu-ilmu yang berkaitan dengan teknologi, industri, dan sebagainya.

2. Tujuan Pendidikan

Tujuan kurikulum dan pendidikan Islam adalah membekali akal, dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqidah maupun hukum. Islam telah memberikan dorongan agar manusia menutut ilmu dan membekalinya dengan pengetahuan. Firma-Nya:

Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dan orang-orang yang tidak berpengetahuan Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran ” (TQS.Az-Zumar ayat 9).

Islam yang suci memiliki tujuan untuk menghindarkan akal manusia dari jurang kesesatan dan penyelewengan yang tidak jelas. Islam menjadikan aqidah Islam sebagai dasar bagi seorang muslim untuk memastikan suatu hukum atas segala sesuatu yang ada di sekelilingnya. Seorang muslim harus meletakkan segala tingkah laku dan perbuatannya berdasarkan ajaran Rasulullah SAW, yakni aqidah Islam. Bukan hanya perbuatan saja, bahkan termasuk keinginan dan kecenderungan hatinya pun harus sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, sabda beliau : “Tidak sempurna iman seseorang diantara kamu, kecuali apabila aku ia lebih cintai dari pada keluarganya, hartanya dan manusia seluruhnya” (HR. Muslim/lihat Shahih Muslim, hadits no. 59)

Dalam hadits tersebut mendiskripsikan bahwa keinginan dan kencederungan apapun dari seorang muslim harus berdasarkan atas apa yang datang dari Rasulullah SAW, yaitu aqidah Islam.

Mengingat segala bentuk pengetahuan dapat membentuk pemikiran seorang muslim yang mempengaruhi terhadap pemberian keputusan mengenai segala sesuatu dan pembentukan jiwa seorang muslim yang berkehendak terhadap sesuatu tersebut, maka sudah selayaknya pengetahuan-pengetahuan harus didasarkan pada aqidah Islam. Hal tersebutlah yang menjadi dasar mengapa Islam mampu menelorkan ulama semacam Imam Syafii yang telah hafal Al-Qur’an semenjak umur 9 tahun dan menjadi Ulama ahli fiqih yang kitab-kitabnya menjadi rujukan kaum muslimin saat ini.

Dan melalui dua pandangan itulah, yang menghantarkan Islam menemui kejayaannya dan sekaligus menjadi pusat sains dan teknologi dunia saat itu. Dunia kemudian mengenal Ibnu Sina, Al-Khawarizmi, Al-Jabar dan lain sebagainya. Orang-orang dari berbagai penjuru negeri termasuk Barat berdatangan ke pusat-pusat studi dan kajian berbagai macam ilmu pengetahuan dan teknologi. Di saat Barat mengalami apa yang disebut dark age, justru umat Islam maju dan berjaya.

Sistem pendidikan Islam adalah sistem pendidikan yang diselenggarakan pada saat Islam memiliki negara sebagaimana nash-nash syara’ dan fakta sejarah menunjukkan demikian. Bukan karena negeri tersebut dihuni mayoritas muslim, bahkan pada saat itu masyarakatnya plural dan heteregon, tapi sistem pendidikan Islam dapat diterapkan dengan baik dan mensejahterakan. Karena memang Islam adalah rahmatan lil ‘alamin.


Sumber: zonapikir.wordpress.com

Tidak ada komentar: